28 Agustus 2010

Nasionalisme, Katanya Mereka Juga Punya.


Belakangan, kata yang nasionalisme banyak digunakan, digunjingkan, ditertawakan, diragukan, dan dipertanyakan.


Bukan maksud gw untuk memberikan reaksi yang berlebihan. Beberapa hari yang lalu bbm gw tiba2 ada broadcast message PANCASILA dalam Bahasa Jawa ngoko. Mereka anggap gurauan ini lucu. Mungkin bisa gw tulis disini.


Pancasila

  1. Gusti Allah ora ono koncone (Tuhan tidak ada temannya)
  2. Dadi wong ojo kejem-kejem (Jadi orang jangan terlalu kejam)
  3. Indonesia dadi siji (Indonesia jadi satu)
  4. Nek ono masalah diomongno (Kalau ada masalah dibicarakan)
  5. Mangan ora mangan asal kumpul (Makan tidak makan asalkan berkumpul)


Ada yang lucu?


Menurut gw engga. Miris gw bacanya.

Filosofi sila-sila pancasila tidak terlihat dimuliakan sama sekali.

Dan iya, saya jadi sangat tersinggung.


Menertawakan negara buat gw sama dengan mentertawakan Agama, sama-sama mentertawakan hal yang kita yakini, kita cintai, dimana kita hidup didalamnya. Hanya dibedakan dengan ritual wajib dan tidak dalam agama dan ritual yang seharusnya dilakukan sebagai warga negara. Terserah kalau kita mau memberikan kritik terhadap praktisi pemerintah. Kita juga seringkali memberikan kritik pada praktisi agama. MUI, kyai, partai politik berbasis agama..


TAPI TIDAK HUKUMNYA

SEJARAH LAHIRNYA

NABI-NABINYA

Dan FILOSOFI AGAMANYA


Gw bukan sok nasionalis, ga cukup nasionalisme diukur dengan tulisan yang lebih mirip sama surat pembaca yang kaya gini.


Disaat anak muda yang lain berusaha menumbuhkan semangat Indonesia Bisa, Indonesia Bersatu, Indonesia Optimis, jika kita memang belum bisa berbuat hal serupa atau memberikan dukungan, cobalah untuk-paling tidak-berhenti menjadikan bahan candaan.


Sama ketika www.indonesiaoptimis.org mengadakan upacara digital pada saat 17 Agustus 2010 kemarin. Sedihnya, seorang pengguna twitter memberikan pendapat seperti ini, “Aneh bener upacara bendera kok lewat internet. Besok-besok jumatan juga lewat internet kali” dan beberapa yang membandingkan kepentingan upacara bendera dan Shalat Jumat.


What the heck?

  1. MEREKA di Indonesia optimis bisa memberikan kontribusi terhadap sebuah tradisi kehormatan saat peringatan hari kemerdekaan. Bagaimana dengan anda?
  2. JUMATAN itu wajib. Upacara tidak. Membandingkan upacara bendera dengan jumatan itu sama seperti membandingkan siapa itu Sinta-Jojo dan siapa itu John McCain.


Poin ke dua sedikit off-topic. I was just saying, saya juga ga terima Jumatan kok dibandingin sama upacara. Predikatnya aja beda.


Buat orang-orang seperti saya dan 53.000 orang lain yang ikut serta dalam upacara digital tersebut, yang mungkin karena kondisi masing-masing sehingga tidak bisa mengikuti upacara bendera, akan cukup excited dengan upacara bendera digital begini. Berhubung sangat jarang ditemui upacara yang diperuntukkan bagi masyarakat umum, yang bukan lagi siswa sekolah dan bukan juga berprofesi sebagai PNS.


Yes, real live upacara bendera di hari kemerdekaan memang kenyataannya sesulit itu untuk dijumpai, bagi pegawai swasta atau mahasiswa.


Oleh karenanya, terimakasih www.indonesiaoptimis.org atas upacara bendera yang sederhana, amanat pembina upacara yang bukan lagi mengenai filosofi kemerdekaaan dan implikasinya 10 tahun kedepan. Tapi mengenai bagaimana merubah mental bangsa dengan cara yang sangat sederhana.


Bukan, ini bukan sok nasionalis.


Dan buat gw, ga usah lah meraba kadar nasionalis orang lain. Tanyakan pada diri sendiri apa kita masih sering membanggakan kesalahan bangsa kita? Atau mungkin bangga ketika kita bisa menunjuk orang lain dan berkata ‘Bodoh’? Berteriak merdeka tapi selalu menegasi kemerdekaan pendapat orang lain?

2 komentar:

  1. Jujur gw gak ngerti ma org yg bilang “Aneh bener upacara bendera kok lewat internet. Besok-besok jumatan juga lewat internet kali” seorang yg skeptis dan pesimis atau malas?

    Jadi inget dengan teori Gelas yg diisi dengan setengah air. Ada yg biilang setengah kosong ada yg bilang setengah isi. Objeknya sama tapi yg membedakan adalah cara pandang kita. Optimis dan pesimis.

    Sama ketika ada upacara bendera digital, ada yg mencibir dan ada yg excited. Dan kita tau pola pikir yg sehat itu yg seperti apa. Kalau mereka yg mencibir itu ditanya, apa yg sudah mereka lakuin buat indonesia? Hal kecil yg membuat perubahan? Bisa jawab apa mereka. Minimal yg excited dengan upacara bendera digital, mereka percaya akan adanya PERUBAHAN dan mereka PEDULI, dan ingin TERLIBAT.

    Dan buat mereka yg pesimis dan bilang upacara bendera digital itu gak ada guna bahkan sempet mengolok ngolok, mending tanya sama diri sendiri berapa besar nasionalisme mereka.

    Menurut gw sendiri setelah ikut upacara bendera digital, cuman satu kata: MERINDING. Kenapa? Banyak hal yg bisa mengingatkan gw akan hal2 yg sederhana tapi sering terlewatkan. Gw kangen upacara, gw nyesel gak ngikutin dengan hati yg penuh waktu jaman sekolah dulu.

    Dan ketika denger amanat dari panji dan lagu indonesia raya, gw ampir nangis. Gw serasa diingetin akan betapa CINTANYA GW TERHADAP INDONESIA.

    Hal2 kecil seperti itu yg justru MENGINGATKAN bagi kita yg emang pelupa.

    Hehe, maaf panjang lebar. Hanya ingin MENGINGATKAN saja pada kita semua termasuk pada diri saya sendiri untuk mulai mencintai negeri ini dan mereka yg peduli terhadap negeri ini. Sound too much? Hanya kita yg bisa menilai.



    Lanjutkan dear Vaya.. :)

    BalasHapus
  2. gag ko gag akan ada yg bilang so nasionalis :) bahkan... hebat :)

    PS Holic

    BalasHapus