04 Februari 2010

Smart Action, Jangan Cuman Ngomong


Malem ini tumben gw insom.. Secara biasanya sebelom jam 9 gw udah ilang. And thank goat they had Oprah Show on Metro TV.

Malem ini edisi Post-Election setelah terpilihnya Obama sebagai Presiden US. Which is maybe diputer sekitar setaon yg lalu. Not bad laa.. daripada sinetron dubbing naga-naga re-run yang di Indosiar..

Anyways, narsumnya keren2.. Pejuang demokrasi seangkatan Martin Luther Jr, Pengamat politik dari Harvard, dan laen laen (read: I can't notice any other titles and names). Dengan video2 crowd dan pro-kontra massa karena terpilihnya Barrack Obama sebagai presiden. Damai, literally.

Mau ga mau, gw jadi berkaca sama aksi massa di Indonesia..
Kayanya ga adil ya kalo gw ngebandingin demokrasi di US sama demokrasi yg kita punya. Yaa sistemnya aja beda banget, tapi rasanya boleh deh gw ngomongin How the Democracy Works.. Democracy Midsetting

Ternyata, kebebasan berbicara, kebebasan berekspresi, bukan tolak ukur mutlak dari apakah demokrasi dalam suatu negara bisa berjalan dengan baik atau ngga. Banyaknya partai politik ga menjamin seberapa baiknya demokrasi itu berlangsung.. Dan meskipun mengusung hakikat kebebasan berbicara yang menurut gw lebih mirip euforia kebebasan berekspresi, kita cuman jalan di tempat dan terus mengulangi kesalahan yg sama. Demo rame-rame yang kalo ga didengerin berujung pada anarkisme, Pencopotan pelaksana pemerintahan yang dianggap sebagai solusi paling cerdas, Sorak sorai terpilihnya pemimpin/pelaksana baru, demo-demo yang baru, kekuatan massa yang baru.. terus aja begitu. Circle of Devil.
Atas nama kritik dan freedom of speech.

Kalo elu mahasiswa dan lu baca tulisan gw, yep, lu akan mulai mengernyitkan dahi, mulai nyusun argumen, dan siap2 menentang pandangan gw. But hey! I was there too.. And I don't blame you.

Gw sendiri bukan pro-pemerintah. To be honest I voted for SBY-Budiono, and I'm sorry for that. Tapi ga juga berarti gw mendukung tingkah polah massa juga. Karena menurut gw, kebanyakan demonstrasi yang ada sekarang udah lagi ga simpatik. Berlebihan. Bikin begah. "Ah, demo lagi demo lagi.."

Bukan konten demo-nya yang gw ga setuju. Cuma caranya. Gw mendukung kebebasan berbicara, tapi bukan kebebasan bertindak.

Kalau diumpamakan kita belajar tata krama dalam berbicara, maka seharusnya demonstrasipun juga perlu tata cara. Dan buat gw, aksi dalam demo starring foto presiden dan wakil di (maaf) pantat kerbau yang sekarang lagi rame dibicarakan itu, imho sangat tidak etis dan tidak intelek. Biasanya kita suka liat theatrical action, hey.. that's cool.. Tapi kalo ini sih sangat merendahkan, sekali lagi menurut gw.

Dari essence aja, apa coba maksud aksi ini? SBY-Boediono = (sorry) Bullshit?
It's a bull's ass, smarties!

Beda banget sama kasus Pak Bibit Pak Chandra yang emang menurut gw damai dan efektif, memanfaatkan media massa untuk menggalang suara. Yes, saat facebook masih sangat hip.

Setelah itu? People start to roll their eyes ketika banyak gerakan 1.000.000 facebook user yang lain. Dan to be honest, I rejected these kinds of join-invitation setelah Bibit-Chandra. And I call it post Bibit-Chandra syndrome tho..

Rupanya post Bibit-Chandra syndrome masih berjalan sampai sekarang, dan makin liar. Euforia massa tentang people's power yang membongkar kriminalisasi dalam KPK bikin para pejuang demokrasi (read: demonstran) makin percaya semakin bervariasi suatu cara berkspresi, semakin efektif suara itu didengar. Yaah, mungkin memang ga semuanya salah. At least kerbau bisa diperhatikan dan bikin pak SBY dinilai hobi curhat. No, sir.. I think it's human..

Gw sempet mencibir waktu ada komentar apatis dari salah satu narsum dalam dialogue di metro TV, bilang "Kenapa Presiden mempermasalahkan caranya sih? Bukan kontennya?"

Sekarang gini deh, ketika kita menyampaikan sesuatu sama orang dengan cara nyolot yang bikin emosi (ada loh cara nyolot tapi yang emang kreatif), permasalahan mah yang ada bukan makin clear.. Boro2 bisa ngedengerin konten, ngliatnya aja males. Gimana mau ditanggepin..

Jadi maksud gw, sok lah, silahkan kritik siapapun dalam pemerintahan, pelaksananya, pemimpinnya.. Tapi tetep dong, lakukanlah dengan elegan dengan menjunjung tinggi intelektualitas dalam bertindak.

Nah baru ketauan kan nih gunanya Pancasila.. (Buset, ngomong gw uda kaya orang bener..)
Salah satu temen gw jaman masi eksis jadi aktipis pernah ngomong, Pancasila tuh (Gubrak ga sih gw ujug2 ngomongin pancasila("¬_¬)) bukan cuman sekedar dibikin buat iseng, mumpung negara lain ga punya. Tapi semestinya bener2 diamalkan termasuk dalam penyampaian pendapat.. Hormatin lah orang yg dikritik. Hargai lah beliau sebagai pemimpin.. Bukannya malah diinjek2 "¬_¬ direndahkan.. 200 juta orang loh yang harus dia pimpin. Jangan sampai baru maju dikit udah digoyang lagi.. One step forward two steps back doang jadinya. Futile. Buang2 waktu.

Pandai2lah mengkritik, mengkritiklah dengan pandai.. Perlu contoh? please see Gerakan Indonesia Bersih

Jadi, jangan cuman marah2 karena wakil rakyat yang ga apal sila ke-3 Pancasila.. Ngga loh, gw ga ngomongin Venna Melinda sang ratu salsa. Orang sebenernya dari masih jadi rakyat biasa--kaya gw dan sebenernya gw juga-- pancasila cuman jadi bahan apalan dan soal waktu ujian, bukan dasar perilaku.. Udah dasar mentality bangsa gw tercinta kayanya..

yah, proses kali ya.. tapi brapa lama berproses kaya gini? T_T Gerakan Indonesia Bersih really did a great job. boleh lah dicontoh kalo yang bagusnya.. Bisa memandang permasalahan politik dari banyak sisi.

However, cukup ah sok pinternya.. Gini deh resiko abis kesetrum.. Otak gw asa disengat.. Gw membiarkan kabel setrika gw sobek.. jadi hampir tiap setrika gw kesetrum.. sampe rasanya jadi biasa aja..

Last but not least,
Do the right thing, and do the thing right (gw lagi hobi membolak-balik kalimat)

But stay green, and EXPLORE Indonesia

5 komentar:

  1. ## Aku salah satu yang tidak memilih waktu Pil-pil yang ada di Indonesia kemaren. Elit politik terjebak sama politik praktis dan politik pencitraan. Siapa sih yg gag bisa jadi org baik di mata org lain? Gembong penjahat saja bisa jadi "Malaikat" ##

    Benarkah demokrasi cocok untuk kita? Demokrasi gaya apa yg kita terapkan skrng ini? pertanyaan ini terngiang2 abis baca tulisan mbak vaya ini.

    Ini semua tentang Ideologi.

    Bukan berarti aku tidak setuju dengan konsep-konsep demokrasi, tapi kita perlu lagi menggali-gali ideologi agar bukan cuma jargon-jargon baru yg terbentuk sebagai embel2 demokrasi. Demokrasi Pancasila lah.. demokrasi terpimpin lah.. demokrasi liberal lah.. demokrasi ini dan itu.. yg tidak dipahami sama sekali.

    Rakyat harusnya diajarkan untuk pintar ber-ideologi dan berpolitik, seperti yang dilakukan Hugo Chavez sama rakyatnya. Di Indonesia, be-ideologi dan berpolitik itu hal yg tabu (pemantauan melalui Facebook :D). Ber-ideologi itu kyk nya cuma punya org pintar dan elit-elit aja, bukannya punya rakyat seutuhnya. Jadi rakyat tidak punya pijakan kuat waktu 'pesta-pesta' politik tiba, semuanya serba latah.

    Dgn pertanyaan di atas, aku juga gag bermaksud mengganti Ideologi kita dengan ideologi-ideologi lain, walaupun aku suka baca "Merdeka 100%"-nya Tan Malaka yg katanya Komunis itu. Aku setuju dengan Tan Malaka, tapi tidak setuju dengan Komunis. Aku setuju dengan Marx, tapi tidak sepakat dengan Lenin. Aku suka dengan Gramsci, dan membenci Mussolini.

    NB : Komentar yg tak bermutu ini aja kayak udah nulis satu thread blog lagi.. :D Mudah2an gag buat pusing.. :D

    BalasHapus
  2. Wadaw..

    Luar biasa muf..
    kaya baca thread lanjutan yang lebi dalem

    idealis gilaaaa...

    lanjutin atu, bikin post soal ini

    BalasHapus
  3. *bacanya bikin iler mengalir sampai laut*

    terlalu radiant tulisannya vay.

    yang gw ngearti cuman "Sinetron dubbing naga naga"
    dan... gw ngakakaka...

    BalasHapus
  4. Aw ... dalem banget nih obrolannya, kagak ngarti nih xD

    eh Vaya ternyata punya blog yah, hihihi ... *komen gak penting sama sekali* :p

    nuhun ...

    BalasHapus
  5. wah politik tak tau aku heheh... salam kenal

    BalasHapus